Senin, 19 Januari 2009

Salamaik Jalan, Buya...

“Pada hari Senin tanggal 12 Ramadhan 1385 bertepatan dengan 27 Januari 1964 kira – kira pukul 11 siang, saya dijemput ke rumah saya, ditangkap dan ditahan. Mulanya dibawa ke Sukabumi.

Diadakan pemeriksaan yang tidak berhenti-henti, siang malam,petang pagi. Istirahat hanya ketika makan dan sembahyang saja. 1001 pertanyaan, yah 1001 yang ditanyakan.Yang tidak berhenti-henti ialah selama 15 hari 15 malam……………..Satu kali pernah dikatakan satu ucapan yang belum pernah saya dengar selama hidup.

“Saudara pengkhianat,menjual Negara kepada Malaysia.!”

Kelam pandangan mendengar ucapan itu.Berat!

………………….disaat seperti itu, setelah saya tinggal seorang diri, datanglah tetamu yang tidak diundang, dan yang memang selalu datang kepada manusia disaat seperti demikian. Yang datang itu ialah SETAN! Dia membisikkan kedalam hati saya supaya saya ingat bahwa di dalam simpanan saya masih ada pisau silet. Kalau pisau silet itu dipotongkan saja kepada urat nadi, sebentar kita sudah mati. Biar orang tahu bahwa kita mati karena tidak tahan menderita.

Hampir satu jam lamanya terjadi perang hebat dalam bathin saya diantara perdayaan iblis dengan iman yang telah dipupuk berpuluh tahun ini. Sampai – samapai saya telah membuat surat wasiat yang akan disampaikan kepada anak-anak dirumah.

Tetapi Alhamdulillah : Iman saya yang menang………………Syukur Alhamdulillah, perdayaan setan itu kalah dan diapun mundur. Saya menang! Saya menang!

Itulah sedikit catatan HAMKA yang dimuat dalam Pendahuluan Pengarang dalam buku Tasauf Modern.

Saya tidak akan menuliskan Biografi Buya HAMKA dalam tulisan ini, karena banyak artikel atau blog yang menuliskan tentang itu dan dengan mudahnya dapat disearch dengan google. Disini saya akan mencoba menggali pribadi Buya dari sudut pandang lain.

Seperti diketahui bahwa belakangan ini semakin sulit ditemukan ulama sekelas Buya yang mampu menggabungkan tiga kecerdasan sekaligus, Intelektual, Emosional dan Spiritual. Buya terkenal aktif bergabung dalam Muhammadiyah, organisasi Islam moderat di Indonesia, Buya juga memimpin beberapa majalah seperti Pedoman Masyarakat dan Panji Masyarakat dalam rentang 1936 s/d 1956. Buku-buku buya juga mencapai lebih dari 70 judul. Itu belum termasuk Tafsir Al-Azhar Juzu’ 1-30, yang ditulis pada masa beliau dipenjara oleh Soekarno.

Buya juga pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan Internasional seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; sungguh sebuah prestasi yang sangat sulit untuk ditandingi.

Apa rahasianya.? Menurut Ary Ginanjar Agustian, penemu ESQ Model dan Pendiri ESQ Leadership Center dalam sebuah training, Buya ternyata mampu menggabungkan ketiga kecerdasan tersebut dengan seimbang, merujuk Nabi Muhammad sebagai Nabi dari agama yang disebarkan oleh Buya HAMKA.

Buya tidak memisahkan antara ketiganya, Ihsan sebagai pusat kecerdasan Spiritual, Rukun Iman sebagai prinsip dasar Kecerdasan Emosional dan Rukun Islam sebagai bentuk langkah nyata dari Kecerdasan Intelektual. ketiganya terjalin berkelindan dalam satu kesatuan utuh yang tidak terpisah-pisah.

Sholat, misalnya ; Sebagai bentuk gerak fisik dalam kecerdasan intelektual harus mengelilingi 1 prinsip penjernihan Emosi, 6 prinsip rukun iman yaitu ; Prinsip tauhid, prinsip kepercayaan, prinsip kepemimpinan, prinsip pembelajaran, visualisasi dan prinsip keteraturan. Sehingga Sholat tidak lagi hanya sebentuk ibadah ritual rukuk, sujud atau sekedar gerakan ritual tanpa makna, tapi menjadi sebuah sarana pembentukan karakter ( Character Building ) yang dilakukan minimal 5 kali dalam sehari semalam. Itu juga berlaku untuk Syahadat, Puasa, Zakat dan Haji

Coba bayangkan kalau seandainya Buya hanya memiliki salah satu kecerdasan itu saja, pasti silet yang dikantongi Buya akan mengakhiri perjalanan hidupnya dalam penjara

Jadi Buya mengaplikasikan dan menampilkan ISLAM sebagai satu bentuk kesatuan yang utuh, bukan hanya sebagai sebuah agama yang kelihatan tinggi dalam nilai Spiritual, tapi rendah dalam emosiaonal dan prestasi Intelektual. Ini juga rahasia yang dipakai oleh kaum Muslimin di masa kejayaannya selama 700 tahun sehingga mampu membangun peradaban hingga ke Cordoba, Andalusia.

Jadi, sekarang saatnya menampilkan Islam yang utuh sebagai Agama langit yang diturunkan Allah sebagai Agama terakhir. Bukankah sebagai Agama akhir jaman, islam itu harus mampu terlihat Modern, bukan kebalikannya, kolot, dekil dan terbelakang di semua bidang. Inilah pesan Allah dalam Al Qur’an agar umat islam menjadi umat terbaik sampai akhir jaman :

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. ( Q.S Ali Imran 110 )


******

Pada tanggal 25 Januari kemarin, saya mendatangi rumah kelahiran Buya HAMKA ke desa Sungai Batang, Maninjau untuk sedikit menapaktilasi kehidupan Beliau. Bagi yang tertarik ingin mengunjungi rumah beliau, perjalanan bisa dimulai dari Kota Bukittinggi dan menuruni kelok 44 ( Kelok Ampek Puluah Ampek ) SubhanAllah,kita disuguhi pemandangan danau Maninjau yang indah disepanjang perjalanan. Kelok demi kelok dilewati tanpa terasa, apalagi setelah kelok 1 perjalanan jadi lebih mengasyikkan lagi karena kendaraan berjalan melewati bibir danau, di sebelah kanan kendaraan, jelas terlihat nelayan yang sedang menjala ikan dan keindahan danau Maninjau, sementara di sebelah kiri jalan, hamparan sawah dengan padi menguning menambah indahnya pemandangan. Pikiran saya menerawang membayangkan dari daerah sekecil ini lahir seorang Ulama dan Politikus besar yang terkenal sampai ke negeri tetangga.

Berikut petikan Pantun Buya HAMKA tentang kampung halamannya :

Kota Melaka tinggallah sayang
Beta nak balik ke pulau perca
Walau terpisah engkau sekarang
Lambat laun kembali pula
Walau luas watan membentang
Danau Maninjau terkenang jua

Sekitar 10 KM setelah kelok 1 tadi, sampailah kami di rumah kelahiran Buya HAMKA. Tapi..ups.. ternyata pintunya terkunci. Maklumlah kami sampai disini sudah pukul 5 sore, ternyata rumah Buya yang dijadikan museum ini tutup pukul 4 sore. Dengan agak kecewa, saya mengambil kamera digital dan mengambil gambar dari beberapa sudut.

Tiba-tiba keajaiban datang.. Pengurus rumah Buya datang tergopoh-gopoh dan dengan tersenyum mempersilakan kami masuk. Pintu dan jendela yang telah terkunci dibukakan kembali.













Saking girangnya kami sekeluarga berteriak."Horeeeee..!!
Alhamdulillah........

Di dalam rumah dipajang foto - foto perjalanan Buya HAMKA, tongkat koleksi dan buku - buku karangan Beliau. Sepertinya buku-buku itu jarang terlihat di toko - toko buku disini. Secara berkelakar, pengurus rumah beliau berkata "Di Indonesia, orang lebih memilih meminjamkan emasnya daripada harus meminjamkan buku HAMKA koleksinya. Kalau emas hilang bisa diganti, kalau buku itu hilang, kemana gantinya akan dicari.??"

Memang memprihatinkan menyadari betapa kita sering tidak menghargai Pahlawan kita sendiri, padahal Buya HAMKA adalah Ulama dan Politikus besar yang berasal dari daerah kita ( Saya sebagai orang Minang khususnya :) ) tapi bangsa lainlah yang lebih menghargai mereka. Saya terenyuh saat melihat sendiri bukti bukti kunjungan Pelajar dan Mahasiswa dari Malaysia dari daftar tamu dan cenderamata. Kalau tidak salah, hanya satu Perguruan tinggi dari Sumatera Barat saja yang meninggalkan cenderamata, bukti bahwa mereka pernah berkunjung. Dari cerita pengurus rumah, buku - buku Buya HAMKA dapat dengan mudah ditemui di Malaysia. Dalam sebuah e-book, ternyata saya baca, novel karangan beliau dapat ditemui di Malaysia. ( e-booknya dapat di download disini )

Akhirnya, kegelapan senja mulai menutupi wajah danau Maninjau, kamipun beranjak kembali pulang ke Bukittinggi. Di sepanjang perjalanan pulang, kami sempat berkelakar.. "Mungkin kita bangsa Indonesia akan mencintai Buya HAMKA setelah negara Tetangga kita mengklaim kalau Buya HAMKA adalah Buya dari Malaysia."

Sebelum itu terjadi - dan semoga tidak akan pernah -, marilah kita mulai menghargai Pahlawan - pahlawan Indonesia.

Demikianlah perjalanan kami hari ini, banyak makna Spiritual yang bisa dibawa pulang dan tugas kita sekarang adalah mendidik dan mengkader anak-anak kita agar lahir "HAMKA" baru demi terwujudnya Indonesia Emas yang kita mimpikan.


Nah,sedikit oleh-oleh dari Buya HAMKA yang akan kita resapi maknanya bersama ;Inilah puisi gubahan Hamka yang diberi judul "Kepada Saudaraku M. Natsir". Puisi ini ditulis Hamka di Ruang Sidang Konstituante pada 13 November 1957, setelah mendengar pidato Moh.Natsir di Majlis Konstituante:

Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir

Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga

Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham

Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu .......!

***

Ya Allah.. Masukkanlah juga kami semua dalam daftar mereka

Aamiiin.....


Tidak ada komentar: